Pdt. Asalma Berutu
Menyuarakan Suara Kenabian
Jumat, 05 Oktober 2012
Rabu, 03 Oktober 2012
Jumat, 09 Maret 2012
SPIRITUALITAS PENATUA DAN KELUARGANYA
SPIRITUALITAS PENATUA DAN KELUARGANYA
Oleh:
Pdt.A.Berutu,S.Th
I.
Pendahuluan
Sintua, Pengerja, Pelayan maupun sebuatan lainnya ditengah-tengah
Gereja merupakan sebutan kepada orang-orang yang mau membaktikan dirinya secara
sukarela ditengah-tengah Gereja maupun jemaat yang dilayaninya. Sebagai seorang
Penatua atau penilik Jemaat ( I Tim 3 ) bukanlah merupakan hal yang populer
atau menjadi hal yang menarik ketika itu, bahkan anggaban tersebut masih juga ada hingga saat ini.
Paulus memberikan pencerahan tentang hal ini sehingga dikatakan: Benarlah
perkataan ini: Orang yang menghendaki jabatan penilik Jemaat menginginkan
pekerjaan yg indah. Mungkin dlm bahasa Pakpak lebih jelas artinya: Kata bennar
ngo èn, "Barang isè kalak mennulusi ulan gabè pengendeng i kuria, selloh
kalohoon ngo i, ai ulaan maharga ngo nitulusenna i!" ( I Tim 3:1 ). Kenapa
Paulus mengatakan hal ini, karena ada kecenderungan manusia pada zaman itu
berpikir secara “materialistis” ( I
Tim 6:9, 10, 17), bahkan guru-guru Jemaat pun dipengaruhi oleh cara berpikir
tersebut ( I Tim 6:5 ).
II.
Syarat-syarat
menjadi Penilik Jemaat ( I Tim 3:1-7).
Peilik Jemaat – jabatan ini sama dengan
“Penatua”. Ini nyata dari Kis Ras 20;17, 28; Tit 1:5, 7; dimana istilah-istilah pentua dan penilik dipakai untuk orang-orang yang
sama. Tugas mereka ialah untuk dan memerintah jemaat (bdk I Tim 3:1 dengan
5:17).
Dari seorang Penilik
Jemaat atau penatua yang harus
mengawasi dan memimpin jemaat dituntut: bahwa ia tidak bercacat. Cacat yang
dimaksut bukanlah difokuskan kepada cacat fisik akan tetapi lebih kepada cacat
secara moral karena ini bisa menjadi batu sandungan kepada jemaat yang dilayaninya,
yang menjadikan dia mudah dikritk bahkan dicela oleh jemaatnya. Jemaat
mengharapkan dari pemimpinnya teladan yang dapat mereka tiru.
Suami dari satu
Isteri – Ini tidak berarti bahwa seorang duda yang menikah kembali, tidak
dapat memimpin Jemaat. Yang dimaksudkan disini ialah bahwa: disamping isteri
yang masih hidup pria itu tidak boleh lagi mempunyai isteri kedua atau lebih
(Poligami). Poligami tidak jarang terjadi dikalangan jahudi maupun yang bukan
jahudi kala itu atau melakukan perjinahan.
Bijaksana –
Sikap yang sesuai dengan akal budi yang telah diperbaharui oleh Roh Kudus (bdk
Roma 12:2). Mampu mengambil keputusan secara bijak yang tidak merugikan pihak
mana pun. Kebijakan adalah milik TUHAN yang dapat diberikan kepada orangorang
yg takut akan Dia, ( Bnd Hikmat Salomo
saat memberikan keputusan 1 Raj 3:16-28).
Suka memberi Tumpangan
– ini merupakan kebajikan yang dijunjung tinggi dalam kehidupan jemaat Kristen
zaman itu (bdk Roma 12:13; Tit 1:8; Ibr 13:2; I Petr 4:9). Ini dapat
dimengerti karena ia adalah bentuk nyata
dari kasih ditengah-tengah situasi masyarakat, yang belum mempunyai
fasilias-fasilitas penginapan yang baik seperti zaman sekarang.
Cakap mengajar orang –
karena dari seorang penilik Jemaat diharapkan kepemimpinan, maka jelas bahwa
kemampuan untuk mengajar orang lain secara umum harus dimiliki. Namun demikian
dalam golongan para penilik (= Penatua) ada satu kelompok yang secara khusus
diberi tugas pemberitaan dan pengajaran ( I Tim 5:17), yaitu orang-orang yang
telah menerima karunia khusus untuk mengajar (Roma 12:7).
Bukan Peminum, bukan pemarah
melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang –
Pemabukan merupakan dosa yang merajalela di Asia kecil dan Yunani (bdk I Tim
3:8; Tit 1:7; I Kor 5:11; 6:10; Ef 5:18). Oleh sebab itu seorang penilik harus
menjadi contoh yang baik kepada jemaat, tidak boleh seorang peminum. Lebih
lanjut sebagai seorang pemimpin yang harus mampu berkomuikasi dengan orang
lain, ia tidak boleh seorang pemarah, artinya ia harus seorang yang baik hati
dalam pergaulan. Janganlah ia suka membantah-bantah melainkan bersikap pendamai
(bdk Roma 12:18). Sebagai penilik jemaat ada kemungkinan orang itu kadang kala
dipercayakan sebagai pemegang uang atau bendahara. Maka janganlah ia menjadi
hamba uang, artinya: Jangan tamak akan uang yang menjadi akar segala kejahatan
( I Tim 6:10).
Seorang kepala keluarga yang baik, diegani dan dihormati oleh anak-anaknya. Jikalau seorang tidak tau
mengepalai keluarganya sendiri, bagaimna
ia dapat mengurus jemaat Allah? – Suatu
batu ujian untuk menentukanapakah seseorang dapat menjadi penilik jemaat yang
baik, adalah caranya ia berfungsi sebagai pemimpin dalam keluarganya sendiri.
Bila orang itu seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh
anak-anaknya, maka ada kemungkinan ia akan dapat membina rumah-rumah Tuhan,
yaitu jemaat, dengan baik. Akan tetapi bila rumahtangganya sendiri dengan
permasalahan-permasalahan yang kecil, ia sudah tidak dapat urus dengan baik,
maka jemaat Tuhan dengan permasalahan-permasalahan yang lebih rumit dan lebih
berat pasti juga tidak akan dapat ia atur dengan baik.
Janganlah ia seorang yang baru
bertobat, agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman iblis
- Biasanya orang yang baru bertobat
berkobar-kobar semangatnya dan besar keinginannya untuk melayani Tuhan. Warga
jemaat kemudian cenderung untuk memandang orang itu cakap bagi pelayanan
didalam jmaat, karena semangatnya dan cintanya terhadap Tuhan dapat dicontoh.
Akan tetapi Paulus menunjuk kepada bahaya yang dapat menimpa orang itu, karena
ia sebagai orang baru belum mengenal situasi jemaat dan menganggab dirinya
lebih baik dari mereka (menjadi sombong). Lain halnya jika ia sudah lebih lama
menjadi Kristen dan telah belajar menerima sesama warga jemat dengan segala
kelemahan dan kekurangannya. Lagi pula ia sendiri akan semakin mengenal
dirinya, lebih rendah hati dan barulah pada saat itu ia dapat dipakai bagi
pelayanan jemaat.
Kena
hukuman Iblis – yang dapat memberi hukuman hanya
Allah. Tetapi pelaksanaan dari hukuman itu dapat diserahkan kepada iblis,
karena dalam pengertian Theologis Paulus, sumber segala penderitaan dan
malapetaka adalah iblis (lihat I Tim 1:20; bdk II Kor 12:7). Oleh sebab itu
Paulus dapat menyebut hukuman yang menima orang sombong itu sebagai hukuman iblis.
Hendaklah ia mempunyai nama baik
diluar jemaat, agar jangan ia digugat orang dan jatuh kedalam jerat iblis – Tidak
cukup penilik jemaat dinilai baik hanya oleh jemaat saja. Hendaklah ia punya
nama baik diluar Jemaat. Mengapa paulus memberikan nasehat demikian? karena
kadangkala ada orang Kristen yang seolah-olah hidup dalam dua dunia:
dilingkungan Gereja mereke nampak hidup saleh, bicaranya kelihatan suci, rajin,
dermawan, akan tetapi diluar Gereja seperti Berbisnis, kehidupan sosial mereka
begitu Keji. Orang semacam ini amat merugikan kepentingan Tuhan. Bila ia
dijadikan penilik jemaat maka orang akan menggugatnya, seolah-olah perbuatannya
identik dengan kehidupan orang Kristen. Karena Penilik Jemaat termasuk Tokoh
ditengah-tengah Jemaat maka krena tokohnya sudah melakukan hal yang keji dimata
jemaat terlebih dimata Tuhan, berhasillah jerat si iblis. Orang itu jatuh kedalam jerat iblis.
III.
Peranan
Keluarga dalam menunjang Keberhasilan Pelayanan Penatua
Ada dua mcam pengertian keluarga sebagai suatu
persekutuan. Yang pertama lingkup yang kecil, keluarga sebagai persekutuan yang
dibentuk oleh Suami, Isteri dan anak-anak. Yang kedua, keluarga sebagai suatu
persekutuan yang dibentuk dari persekutuan yang terdiri dari sejumlah keluarga yang terikat dalam
pertalian darah, dalam garis vertikal (kakek, nenek, paman, bibi, cucu, dsb),
maupun dalam garis horijontal (kakak, adik, ipar, keponakan, dsb).
Keberhasilan pelayanan seorang penatua dan setiap
pelayan pada umumnya tidak terlepas dari peran keluarga, baik keluarga dalam
arti sempit maupun keluarga dalam arti luas. Keluarga menjadi tempat pelayanan
yang pertama dan keluarga juga sebagai Evaluator
pertama sehingga pelayanan penatua tidak menjadi batu sandungan kepada orang
lain.
IV.
Kesimpulan
1.
Mendapat kesempatan untuk menjadi
seorang Penatua dalam Gereja merupakan
berkat Tuhan yang tak ternilai harganya, yang melakukan tugas pelayanan sebagai
seorang sintua dengan sungguh-sungguh didalam kebenaran akan mendapat jaminan
dari Tuhan bahkan sampai kepada keturunannya ( Baca Mzm 37:25-26).
2.
Setiap penatua Gereja hendaknya memiliki
Spirit, roh, kehidupan rohani seperti
yang dikemukakan paulus dalam I Tim 3:1-8, seperti yg telah kita uraikan
diatas.
3. Keberhasilan
seorang Penatua tidak terlepas dari peran keluarga yang saling menopang,
didalam doa dan teladan kehidupan.
Demikian
yang bisa kami sampaikan, kiranya dapat menjadi bahan diskusi kepada kita semua
untuk memacu kita melayani Tuhan lebih luar biasa lagi.
Syalom.......Tuhan
Yesus memberkati.
Langganan:
Postingan (Atom)